Teman fesbuk yang baru saja ku kenal, dengan yakin mengutarakan maksudnya untuk mengkhitbahku. Sungguh sesuatu yang amat sangat tak terduga oleh nalarku. Namun, ku tolak dengan halus, kalopun dia serius, harusnya dia menghadap orangtuaku, begitu pikirku saat itu. Aku seorang siswi kelas 3 SMA, umurku belum genap 17 tahun tapi sudah beberapa kali di khitbah oleh ikhwan.
Semalam ayah bercerita padaku, ia di telepon sahabat kecilnya. Anak sahabat ayah kecelakaan, lantas ingin meminta izin untuk tidak ke kantor dalam tempo yang cukup lama. Simpang siur percakapan ayah dan sahabatnya, tiba-tiba sahabat ayah berkata dengan hati-hati.
"Gimana kalo anak-anak kita jodohkan saja?" kata sahabat ayah.
"Apa?? Anakku maksudmu?? Dia masih sekolah, maaf" kata ayah.
"Iya..kan udah mau tamat??"
"Jangan dulu...sama keponakan istriku saja, mau??" kata ayah mengalihkan.
"Ah..kalo keponakanmu saya tidak kenal, saya pengennya anakku dijodohkan dengan anakmu.."
"Kan anakku juga tidak kenal anakmu"
"Yah..tapi saya maunya anakmu aja yang di jodohkan dengan anakku."
"Aduh..maaf, belum waktunya. Saya juga tidak mau memaksa anak saya untuk mengikuti perjodohan." ujar papa kemudian.
Papa menceritakan hal itu padaku, mama pun tersenyum.
"Jangan dulu, belum saatnya. Lagian masa mau menjodohkan padahal iia belum kenal dengan pria itu." kata mama lembut.
Aku hanya tersenyum mendengarkan kedua orangtuaku. Terlihat jelas betapa amat sangat berhati-hatinya mereka untuk mencarikanku pasangan hidup yang baik, walaupun sesungguhnya aku sudah memiliki seseorang yang ku kagumi akhlak dan budi pekertinya. Dalam hati aku bergumam, "Ya Allah, kalo memang kelak aku tak berjodoh dengan pria yang ku kagumi itu, maka ikhlaskan hatiku jika memang aku harus dijodohkan oleh orangtuaku, karena sungguh aku sangat yakin mereka pun ingin yang terbaik untuk anaknya.
Siapapun kelak orang itu, aku yakin dialah jodoh terbaik yang dikirimkan Allah untukku.
:) semoga tetap istiqomah menjaga hati, pandangan, pikiran dan akhlak hingga kelak jodoh itu menghampiriku,
Amin ya Rabb
Jumat, 24 September 2010
Kamis, 16 September 2010
pacaran ?? No way !
Bukan hal yang mudah untuk memendam rasa, bukan pula perkara mudah untuk menyatakannya. Inilah aku dengan segala ketertutupanku tentang CINTA. Aku terkadang harus rela menangis, saat orang yang ku cintai menjadi milik orang lain. Namun tetap ku coba istiqomah.
Kini aku beranjak dewasa, perubahan demi perubahan telah ku alami. Namun aku tetap sama, tetap iia yang pemalu dan tertutup. Banyak temanku yang bilang, masa SMA adalah masa paling indah, rugi kalo ga di nikmatin buat seneng-seneng, hura-hura, canda tawa, dan yang terpenting PACARAN. Yah, tak dapat ku pungkiri, siapa sih yang ga pengen punya pacar? Ada yang perhatiin, ada yang marahin kalo telat makan, ada yang nanyain kabar, ada yang nemenin kalo lagi sendiri, de el el. Hm...aku pernah merasakannya, tapi hanya sebatas perhatian saja, sebatas SMSan, telpon-telponan, ketemu pun jarang. Memang di usia sepertiku, cenderung suka coba-coba. Kalo di bilangin, PACARAN tuh HARAM !! Damn !! Pasti nyelutuk, emang mau aku jadi perawan tua atau jejaka tua ? Nah lohh ?
Sangat miris memang, di kondisi saat ini. Budaya mulai edan, lebih condong ke kebudayaan asing yang sebenarnya amat sangat jauh dari etika & moral ISLAM. Tapi yah, namanya saja zaman modern, kebudayaan lama di anggap KUNO, ga punya pacar di sangkain LESBY/HOMO. Lantas, apa kita harus tetap diam dengan semua ini ?
Kini aku beranjak dewasa, perubahan demi perubahan telah ku alami. Namun aku tetap sama, tetap iia yang pemalu dan tertutup. Banyak temanku yang bilang, masa SMA adalah masa paling indah, rugi kalo ga di nikmatin buat seneng-seneng, hura-hura, canda tawa, dan yang terpenting PACARAN. Yah, tak dapat ku pungkiri, siapa sih yang ga pengen punya pacar? Ada yang perhatiin, ada yang marahin kalo telat makan, ada yang nanyain kabar, ada yang nemenin kalo lagi sendiri, de el el. Hm...aku pernah merasakannya, tapi hanya sebatas perhatian saja, sebatas SMSan, telpon-telponan, ketemu pun jarang. Memang di usia sepertiku, cenderung suka coba-coba. Kalo di bilangin, PACARAN tuh HARAM !! Damn !! Pasti nyelutuk, emang mau aku jadi perawan tua atau jejaka tua ? Nah lohh ?
Sangat miris memang, di kondisi saat ini. Budaya mulai edan, lebih condong ke kebudayaan asing yang sebenarnya amat sangat jauh dari etika & moral ISLAM. Tapi yah, namanya saja zaman modern, kebudayaan lama di anggap KUNO, ga punya pacar di sangkain LESBY/HOMO. Lantas, apa kita harus tetap diam dengan semua ini ?
Senin, 09 Agustus 2010
Hijabku
Cahaya Muslimah itu lambat laun menerangi hidupku. Seperti ada sesuatu dalam hatiku yang membuatku sadar. Memang sudah lama aku berjilbab, namun aku belum BERJILBAB sebenar-benarnya. Dan inilah awal dari hidayah yang ku terima. Aku mulai aktif di pengajian yang di adakan sekolahku. Mulai terbiasa menggunakan busana muslimah, tanpa rasa minder lagi. Yah...aku mulai merasa nyaman, walaupun terkadang pandangan mata orang yang melihatku seakan-akan berkata "Loh, kok??" Aku tak peduli lagi, bagiku, yang terpenting bagiku adalah aku berada di jalan yang benar, jalan menuju Cahaya-Mu.
Tidak hanya teman-temanku, ternyata lingkungan keluargaku juga menolak keputusanku untuk BERJILBAB. Tidak !! Bukan larangan , mereka bilang belum waktunya. Tapi mau bagaimana ? Aku terlanjur jatuh hati pada JILBAB (Jalabiyah) KU. Sulit sekali untuk melepasnya, apalagi meninggalkannya.
Tidak hanya itu , kakak sepupuku pun tak mendukungku (kasian yah !)
Berawal ketika Minggu, 8 Agustus 2010. Kami berencana untuk rekreasi ke Tj. Karang. Semua bekal dll telah siap. Tinggal menunggu kakak sepupuku, Lina. Ketika itu aku mengenakan busana muslimah, paduan antara coklat dan pink serta kerudung coklat muda yang menjulur hingga ke dadaku.
Lina yang baru saja datang, spontan langsung menarikku ke kamar. Terjadilah perdebatan kecil yang hingga kini masih menyisakan tanya bagiku.
"Kenapa sih pakaian kamu kayak gini?" tanya Lina dengan nada ketus.
"Emang ada yang salah?" jawabku polos.
"Hey..mana kamu yang dulu ?? Kok udah kayak umat Muhammadiyah begini?"
"Ga pa-pa, kan bagus.."kataku membela diri.
"Pokoknya ganti !!!"
Dengan ogah-ogahan, akupun beranjak mengganti pakaianku, tidak !! Ini tidak membuat niatku luruh. Aku menggantinya dengan celana kain hitam.
"Sudah cukup??" tanyaku pada Lina.
"Belum..baju muslimahmu, ganti dengan kaos"
"Sudah ah..udah telat...kasian yang lain udah pada nunggu" kataku mengelak.
Alhamdulillah, Allah menolongku. Ini belum seberapa. Mama pun menasehatiku ketika tiba di lokasi pariwisata Tj. Karang.
"Nak...dengerin mama..Mama ga ngelarang kamu berubah seperti ini, tapi ini terlalu cepat belum waktunya, Nak.." jelas Mama lembut.
"Kenapa ??" tanyaku polos.
"Kamu masih terlalu muda, terlalu cepat dewasa kalo kamu pake pakaian begini. Mama takut, di usiamu yang punya emosi labil seperti ini, kamu ntar terpengaruh dan malah melepasnya" kata Mama hati-hati, tak ingin membuatku terluka.
"Jadi, menurut Mama, aku harus mengubah semuanya dan kembali seperti dulu (berkerudung tanpa jilbab) ?"
tanyaku lesu.
(Jilbab = baju kurung longgar sesuai tuntunan Al-Ahzab : 59)
"Kamu tahu apa yang terbaik...Mama cuma bisa nyaranin" kata Mama mengakhiri percakapan.
Sejak percakapan itu, benakku berkecamuk. Meronta !! Marah !!
Sebegitu susahnya ingin berubah, bahkan yang baik, dianggap SALAH ! Dan yang salah, dianggap BENAR karena budaya yang sudah EDAN !!
Ya ALLAH, Tunjukkan jalan-Mu.....
Tidak hanya teman-temanku, ternyata lingkungan keluargaku juga menolak keputusanku untuk BERJILBAB. Tidak !! Bukan larangan , mereka bilang belum waktunya. Tapi mau bagaimana ? Aku terlanjur jatuh hati pada JILBAB (Jalabiyah) KU. Sulit sekali untuk melepasnya, apalagi meninggalkannya.
Tidak hanya itu , kakak sepupuku pun tak mendukungku (kasian yah !)
Berawal ketika Minggu, 8 Agustus 2010. Kami berencana untuk rekreasi ke Tj. Karang. Semua bekal dll telah siap. Tinggal menunggu kakak sepupuku, Lina. Ketika itu aku mengenakan busana muslimah, paduan antara coklat dan pink serta kerudung coklat muda yang menjulur hingga ke dadaku.
Lina yang baru saja datang, spontan langsung menarikku ke kamar. Terjadilah perdebatan kecil yang hingga kini masih menyisakan tanya bagiku.
"Kenapa sih pakaian kamu kayak gini?" tanya Lina dengan nada ketus.
"Emang ada yang salah?" jawabku polos.
"Hey..mana kamu yang dulu ?? Kok udah kayak umat Muhammadiyah begini?"
"Ga pa-pa, kan bagus.."kataku membela diri.
"Pokoknya ganti !!!"
Dengan ogah-ogahan, akupun beranjak mengganti pakaianku, tidak !! Ini tidak membuat niatku luruh. Aku menggantinya dengan celana kain hitam.
"Sudah cukup??" tanyaku pada Lina.
"Belum..baju muslimahmu, ganti dengan kaos"
"Sudah ah..udah telat...kasian yang lain udah pada nunggu" kataku mengelak.
Alhamdulillah, Allah menolongku. Ini belum seberapa. Mama pun menasehatiku ketika tiba di lokasi pariwisata Tj. Karang.
"Nak...dengerin mama..Mama ga ngelarang kamu berubah seperti ini, tapi ini terlalu cepat belum waktunya, Nak.." jelas Mama lembut.
"Kenapa ??" tanyaku polos.
"Kamu masih terlalu muda, terlalu cepat dewasa kalo kamu pake pakaian begini. Mama takut, di usiamu yang punya emosi labil seperti ini, kamu ntar terpengaruh dan malah melepasnya" kata Mama hati-hati, tak ingin membuatku terluka.
"Jadi, menurut Mama, aku harus mengubah semuanya dan kembali seperti dulu (berkerudung tanpa jilbab) ?"
tanyaku lesu.
(Jilbab = baju kurung longgar sesuai tuntunan Al-Ahzab : 59)
"Kamu tahu apa yang terbaik...Mama cuma bisa nyaranin" kata Mama mengakhiri percakapan.
Sejak percakapan itu, benakku berkecamuk. Meronta !! Marah !!
Sebegitu susahnya ingin berubah, bahkan yang baik, dianggap SALAH ! Dan yang salah, dianggap BENAR karena budaya yang sudah EDAN !!
Ya ALLAH, Tunjukkan jalan-Mu.....
Langganan:
Postingan (Atom)